Saat ini kampanye anti rokok juga dilakukan pada produk rokok itu sendiri dengan menampilkan gambar-gambar mengerikan akibat merokok. Ini merupakan fenomena menarik, bagaimana sebuah produk berusaha untuk dicegah supaya tidak dibeli dengan menempelkan peringatan secara vulgar, tapi produknya ya terus saja dibeli.

Rokok merupakan produk dengan elastisitas tinggi karena tidak terpengaruh harga, berapapun prosentase kenaikan harga tidak akan menimbulkan demo (selama ini tidak pernah ada demo para perokok bagaimanapun harga berubah atau ruang merokok dipersempit, umumnya pekerja pabrik rokok yang kadang-kadang demo untuk sebuh tuntutan meskipun tidak sering). Konsumen akan menyesuaikan diri dengan perubahan harga rokok secara otomatis. Hal ini berbeda dengan harga BBM yang super sensitif, kenaikan per seribu rupah bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. Mengapa hal ini terjadi perlu penelitian yang lebih dalam, mengapa sebuah produk rokok menjadi demikian elastis bahkan tidak terpengaruh dengan peringatan bahaya yang dibawanya sendiri. Salah satu kemungkinan adalah karena sifat rokok yang membuat orang ketagihan, dan faktor lain perlu diteliti. BBM juga kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan seperti halnya rokok, tetapi mengapa menjadi sangat sensitif terhadap perubahan harga ?

Kemudian mengapa kenaikan BBM memicu efek domino perubahan harga produk lain, sedangkan kenaikan harga rokok tidak terlalu diperhatikan efeknya terhadap inflasi ? 

Di tengah maraknya gambar-gambar mengerikan yang muncul di bungkus rokok, para seniman display picture rupanya mempunyai cara tersendiri yang lebih persuasif daripada intimidasi untuk mengkampanyekan anti kegiatan merokok. Mana yang lebih efektif ? Mungkin perlu dicoba juga cara ini. Seseorang merokok karena untuk menghilangkan kejenuhan atau mungkin stress, ketika melihat gambar paru-paru gosong, bisa jadi tambah stress dan akhirnya merokok untuk menghilangkan stressnya.






Display Picture Himbauan Anti Merokok


Saat ini kampanye anti rokok juga dilakukan pada produk rokok itu sendiri dengan menampilkan gambar-gambar mengerikan akibat merokok. Ini merupakan fenomena menarik, bagaimana sebuah produk berusaha untuk dicegah supaya tidak dibeli dengan menempelkan peringatan secara vulgar, tapi produknya ya terus saja dibeli.

Rokok merupakan produk dengan elastisitas tinggi karena tidak terpengaruh harga, berapapun prosentase kenaikan harga tidak akan menimbulkan demo (selama ini tidak pernah ada demo para perokok bagaimanapun harga berubah atau ruang merokok dipersempit, umumnya pekerja pabrik rokok yang kadang-kadang demo untuk sebuh tuntutan meskipun tidak sering). Konsumen akan menyesuaikan diri dengan perubahan harga rokok secara otomatis. Hal ini berbeda dengan harga BBM yang super sensitif, kenaikan per seribu rupah bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. Mengapa hal ini terjadi perlu penelitian yang lebih dalam, mengapa sebuah produk rokok menjadi demikian elastis bahkan tidak terpengaruh dengan peringatan bahaya yang dibawanya sendiri. Salah satu kemungkinan adalah karena sifat rokok yang membuat orang ketagihan, dan faktor lain perlu diteliti. BBM juga kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan seperti halnya rokok, tetapi mengapa menjadi sangat sensitif terhadap perubahan harga ?

Kemudian mengapa kenaikan BBM memicu efek domino perubahan harga produk lain, sedangkan kenaikan harga rokok tidak terlalu diperhatikan efeknya terhadap inflasi ? 

Di tengah maraknya gambar-gambar mengerikan yang muncul di bungkus rokok, para seniman display picture rupanya mempunyai cara tersendiri yang lebih persuasif daripada intimidasi untuk mengkampanyekan anti kegiatan merokok. Mana yang lebih efektif ? Mungkin perlu dicoba juga cara ini. Seseorang merokok karena untuk menghilangkan kejenuhan atau mungkin stress, ketika melihat gambar paru-paru gosong, bisa jadi tambah stress dan akhirnya merokok untuk menghilangkan stressnya.






1 komentar: